Liputan6.com, Bandung - Kisah urban legend di Indonesia telah menjadi bagian dari cerita rakyat yang terus hidup di tengah masyarakat terutama pada era tahun 2000-an. Pada masa itu, berbagai cerita horor mulai bermunculan dan menyebar luas.
Terutama tersebar baik melalui media seperti televisi, film, maupun dari mulut ke mulut. Urban legend seperti suster ngesot, jailangkung, dan kolor ijo misalnya menjadi sangat populer dan bahkan menghantui banyak anak-anak hingga remaja.
Baca Juga
Salah satu urban legend paling terkenal adalah suster ngesot yaitu sosok hantu berwujud perempuan berpakaian perawat yang berjalan dengan cara menyeret tubuh atau “ngesot” karena kondisi tubuhnya.
Advertisement
Selain itu, ada pula kisah jailangkung sebuah permainan pemanggil arwah yang diyakini bisa menghubungkan dunia manusia dan roh halus. Permainan ini biasanya menggunakan boneka kecil dari batok kelapa dan kayu lengkap dengan tulisan pertanyaan.
Jailangkung menjadi terkenal di awal 2000-an setelah difilmkan dan menjadi fenomena budaya pop yang menggabungkan rasa penasaran dan ketakutan masyarakat. Adapun melalui artikel ini akan menceritakan lebih dalam kisah urban legend tentang kolor ijo.
Sebagai informasi, kolor ijo adalah urban legend tentang makhluk gaib berwujud besar dan mengenakan celana dalam berwarna hijau. Kisahnya mulai ramai diperbincangkan di media lokal sebagai pelaku serangan terhadap perempuan pada malam hari.
Asal Usul Urban Legend Teror Kolor Ijo
Kolor Ijo merupakan salah satu urban legend yang sempat menggemparkan masyarakat Indonesia khususnya pada awal 2000-an. Sosok ini digambarkan sebagai pria bertubuh besar, berbulu lebat, dan hanya mengenakan celana dalam berwarna hijau.
Kemudian digambarkan sebagai sosok makhluk menyeramkan yang suka memperkosa wanita. Konon dia merupakan pria yang tengah menyempurnakan ilmu hitam dan teror mengerikan tersebut diangkat ke layar kaca.
Sementara itu, kisah Kolor Ijo sendiri pertama kali mencuat setelah terjadi serangkaian kasus perampokan dan pemerkosaan di Desa Cijengkol, Kecamatan Setu, Bekasi, pada Oktober 2003.
Pelaku masuk ke rumah korban pada malam hari dan menodongkan senjata tajam lalu melakukan aksi kejahatan sambil mengenakan celana dalam hijau. Fenomena ini dengan cepat menyebar ke berbagai wilayah, termasuk Jakarta dan sekitarnya.
Masyarakat menjadi resah dan mulai mengambil langkah-langkah preventif seperti memasang bambu kuning dan daun kelor di pintu rumah yang dipercaya dapat menangkal kehadiran Kolor Ijo.
Media massa juga turut berperan pada masa itu dalam menyebarkan cerita ini sehingga ketakutan terhadap Kolor Ijo semakin meluas. Kisah Kolor Ijo menjadi contoh bagaimana urban legend dapat mempengaruhi perilaku dan psikologi masyarakat.
Ketakutan yang ditimbulkan oleh cerita ini menyebabkan perubahan dalam kebiasaan sehari-hari seperti meningkatnya ronda malam dan penggunaan benda-benda tertentu sebagai penangkal.
Hingga kini, Kolor Ijo tetap menjadi bagian dari cerita horor Indonesia yang dikenang oleh banyak orang. Meskipun kebenaran dari kisah ini masih diperdebatkan dampaknya terhadap masyarakat pada masanya sangat nyata.
Advertisement